Agustus 2024 | 26 Aug - 1 Sep 2024
Matius 6:9
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu
Maka berdoalah demikian, Yesus mengawali Doa Bapa Kami dalam Khotbah di Bukit (Matius 6:9–13). Doa ini diberikan kepada kita untuk menjadi pola pemikiran kita dalam berdoa. Apa isi polanya?
Bapa Kami Yang Ada di Surga
Matius 7:11
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
Doa Bapa Kami dalam istilah kekeluargaan. Yesus mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah sebagai Bapa kita, seperti yang Ia lakukan sendiri—contoh doa Getsemani-Nya, atau doa Imam Besar-Nya dalam Yohanes 17. Permohonan kepada Allah yang mengawali doa tersebut penuh dengan makna. Hal ini pasti mengejutkan para murid, karena dalam agama Yudaisme menyebut Tuhan sebagai “Bapa” adalah sesuatu yang tidak dilakukan seseorang. Namun, Yesus mengajarkan kita untuk melakukannya—dengan kata lain, memasuki dan menyambut hadirat Tuhan karena kita adalah anak-anak dalam keluarga-Nya, dan Dia memandang kita dengan kasih sayang seorang ayah. Bapa yang kita panggil ada “di surga”—dengan kata lain, bahwa Ia adalah Tuhan, yang berdaulat dan ada dengan sendirinya, Tuhan yang berkuasa.
Kita Anak-anak Angkat-Nya
Sebuah pertanyaan muncul. Yesus pada hakikatnya adalah Putra Allah, pribadi kedua dari Ketuhanan yang kekal. Sebaliknya, kita adalah ciptaan Tuhan. Kalau begitu, apa hak kita untuk menyebut Allah sebagai Bapa? Ketika Yesus mengajarkan cara memanggil Tuhan seperti ini, apakah itu menyiratkan bahwa keberadaan sebagai makhluk ciptaanNya, menjadikan kita sebagai anak—atau apa?
Maksud Yesus bukanlah bahwa semua manusia pada hakikatnya adalah anak-anak Allah, namun bahwa murid-murid-Nya yang berkomitmen telah diangkat masuk dalam keluarga Allah karena kasih karunia. “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;” (Yohanes 1:12). Paulus menyatakan hal ini sebagai tujuan inkarnasi: “Allah mengutus Anak-Nya… supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4, 5). Doa kepada Tuhan sebagai Bapa hanya diperuntukkan bagi umat Kristiani saja. Di tempat lain Yesus menekankan bahwa murid-murid-Nya juga harus berdoa dalam nama-Nya dan melalui Dia—yaitu, memandang Dia sebagai jalan masuk kita kepada Bapa (Yohanes 14:6, 13; 15:16; 16:23-26). Hanya mereka yang memandang Yesus sebagai Perantara dan penanggung dosa, dan datang kepada Allah melalui Dia, yang berhak menyebut Allah sebagai Bapa karena kita anak-anak-Nya.
Refleksi :
Apa yang memberi kita hak untuk menyebut Tuhan sebagai Bapa kita? Mengapa hanya orang Kristen yang boleh melakukan hal ini? Apa pentingnya menyadari status kita sebagai anak Allah ketika kita berdoa?
Jika kita ingin berdoa dan hidup sebagaimana mestinya, kita harus memahami implikasi dari kemurahan hati Allah sebagai Bapa. Kita harus mengungkapkan iman kepada Kristus, keyakinan kepada Allah, dengan ucapan syukur dan dengan sukacita akan Roh Kudus ketika kita menghampiri Allah dan memanggil Dia “Bapa” dalam doa kita.
Referensi
Comments